Sabtu, 17 Desember 2016

~ Untukmu Sang Penjaga Hati ~

Terjaga dari lelap
Di ujung malam bertabur senyap

Katamu telah belasan kali
Almanak di dinding kamar ini kau sulih
Pada setiap warsa yang berganti

Bukankah belum genap satu purnama
Kita bercengkerama
Melewatkan cahya gemintang bersama
Begitu sukmaku berbisik

Tetaplah di sini wahai
Menikmati savana milik kita
Tanpa perdu dan belukar
Savana bertabur aneka bunga

Berbalut rindu
Laksana kilau nilam
Santun bersemayam
Pada cakrawala kisah kita

Engkau..
Perempuan
Penjaga hatiku

Tigaraksa, 18/12/16

Inikah "kemajuan"?

Sore hari menjelang maghrib beberapa hari lalu...

Aku sedang berjalan kaki sambil menjaga malaikat kecilku yang berlarian menikmati sore hari
Tanpa sengaja di pertigaan gang menuju "rumah mewahku" yang berdiri di atas tanah entah berapa hektar (pinjem istilah bunda) itu
aku merekam  satu pemandangan yang sebenarnya sih tak terlalu istimewa..

Seorang gadis sedang duduk sambil bersandar di pundak gadis lain yang sepertinya sahabatnya.
Sepertinya dia sedang terluka hatinya karena aku lihat ada air mata yang berlinang di pipinya..
Si sahabat kulihat mengelus2 bahu si gadis berusaha membuatnya lebih tenang..

Sementara di depannya berdiri seorang pemuda dengan tegapnya dengan expresi muka yang sepertinya gusar..

Beberapa patah kata pelan layaknya sebuah negosiasi keluar dari ketiga pemuda pemudi itu...
Tak berapa lama kemudian, si gadis berdiri tersentak dan berbicara setengah berteriak ke arah si pemuda..

"Ok, fine...!! kalo emang itu yang lo mau, gw putus dari dia sekarang...!!! Puaaass???!!!"

Beberapa detik kemudian, si gadis menggandeng (baca : menyeret paksa) sahabat yang di sampingnya..

Mereka berdua berjalan -tepatnya berlari- menjauh dari si pemuda yang sepertinya berusaha masih ingin menjelaskan sesuatu..

Tapi tak ada lagi kesempatan buat si pemuda berkata apapun karena dua gadis itu telah semakin berlari menjauh..

Dan tinggal aku yang tak bisa berkata apa-apa menyaksikan adegan di depanku yang begitu cepatnya itu..
Sambil masih tetap menggandeng "pemuda"ku aku berjalan pulang karena Maghrib segera tiba..

Sebenarnya apa yang kusaksikan itu adalah sesuatu yang sangat biasa dan tak ada yang istimewa..
Tapi yang kemudian terus menggelitikku karena "para pemeran kisah nyata" itu adalah pemuda dan gadis-gadis kecil seumuran anak pertamaku..

Aku sangat yakin kedua gadis itu masih duduk di bangku sekolah dasar, kira-kira kelas 5 atau kelas 6...
Lalu si pemuda gusar itu sepetinya baru kelas 6 atau kalaupun sudah SLTP mungkin baru duduk di kelas 7

Duh... inikah kemajuan? Inikah modernisasi?

Seingatku dulu ketika aku seumuran mereka bertiga,
Kalaupun harus bertengkar, biasanya karena berebut mobil-mobilan atau layangan..
Atau ada yang berlaku curang saat bermain petak umpet atau gobag sodor...

Sahabat-sahabat hati...
Mudah-mudahan tulisan ini dapat sedikit membuka cakrawala kita semua bahwa sepertinya ada yang salah menyikapi modernisasi ini..

Dan marilah kita semua jaga malaikat-malaikat dan bidadari-bidadari kecil kita..
Agar bertumbuh sesuai dengan usianya
Meskipun modernisasi dan kemajuan jaman harus tetap ada..

Tangerang, 13 Oktober2012

#memandang gadis kecilku yang sedang terlelap#

Tarawihku, "Tamparan"-ku

Dua hari lalu kusempatkan pulang kantor lebih awal karena beberapa hari tidak menunaikan shalat tarawih berjama’ah sepertinya membuatku merasa menjadi “budak” dari segala bentuk rutinitas melelahkan di kantor.

Entah mengapa, malam itu rasanya benar-benar menggebu sekali keinginan untuk bisa shalat tarawih berjama’ah di musholla sederhana di depan rumahku

Ternyata setelah kurenungkan, mungkin menggebunya niatku itu adalah salah satu jalan-Nya untuk “menampar keras” atas kesombonganku selama ini.

Singkat cerita, tibalah aku di musholla kecil di depan rumahku itu dan segera membaur dengan jama’ah yang lain.

Semua terasa biasa saja, tak ada yang istimewa. 
Aku berada di shaf ketiga dari empat shaf yang ada.
Raka’at demi raka’at kulalui dengan berusaha sekhusyu’ mungkin meski sesekali terdengar jerit anak-anak balita yang belum faham makna shalat yang sebenarnya.

Tapi setelah beberapa raka’at berlalu, seperti ada yang ganjil dengan jama’ah yang berada di samping kiriku karena sekilas kulirik entah kenapa sepertinya dia tidak bisa melakukan gerakan-gerakan shalat dengan sempurna. 

Sesekali kakiku terasa tertindih saat gerakan duduk, sikutnya yang selalu mendorong kecil bagian tubuh kiriku saat gerakan sujud dan yang paling mencolok kulihat adalah sepertinya dia selalu ketinggalan beberapa saat dibanding jama’ah yang lain saat mengikuti gerakan-gerakan shalat sang imam.

Tibalah di akhir shalat tarawih menuju witir 3 raka’at dan tradisi di musholla kami adalah jeda waktu antara tarawih dengan witir akan diisi dengan kultum dari penceramah yang bergiliran memberikan tausiahnya.

Waktu itu kupergunakan untuk mengobati penasaranku dengan jama’ah di samping kiriku itu. 
Dan seketika aku kaget bercampur sedih juga haru karena ternyata dia boleh dibilang seseorang yang berkebutuhan khusus.

Maaf – kaki kanannya ternyata tidak sempurna, begitu juga dengan kedua lengannya yang sedikit bengkok menyulitkannya untuk bersedekap dengan sempurna, dan sepertinya saraf leher atau semacamnya juga terganggu, terlihat dari sulitnya dia mengendalikan gerakan kepalanya dan sepertinya selalu bergerak ke arah tengadah tak beraturan.

Mungkin bisa digambarkan seperti –maaf lagi- penderita idiot atau keterbelakangan mental.

Subhanallah…. 
Tanpa terasa aku lemas seperti hilang tenaga untuk kemudian mataku mulai berkaca-kaca. 
Aku merasa betapa sombongnya aku selama ini. 
Dengan kondisiku yang diberikan fisik yang sangat sempurna oleh-Nya tapi terkadang bahkan tak ingat hanya untuk sekedar mengucap kata syukur atas segala nikmat ini. 

Shalat yang kadang sengaja di akhir waktu, bahkan beberapa terlewat karena berbagai alasan yang kubuat sendiri sebagai pemakluman atas kebodohan yang kubuat.

Sementara si “jama’ah special” di sampingku itu dengan segala keterbatasan yang dimiliki, tetap semangat menyelesaikan seluruh raka’at Isya’ dan tarawih yang terkadang untuk kita yang sempurna saja terasa cukup berat.

Dan tarawihku malam itu sungguh tarawih yang sangat berkesan di antara ratusan shalat tarawih yang pernah kulakukan di sepanjang hidupku.

Sahabat sahabat hati, sengaja kubagi pengalaman kecil ini dengan satu niat tulus, semoga ini bisa bermanfaat untuk kita semua yang terkadang selalu melihat bahwa kita dalam kesulitan, tapi jarang merasa bahwa jauh lebih banyak orang yang lebih sulit daripada kita…

Di akhir kata, semoga kita semua senantiasa termasuk golongan orang-orang yang pandai bersyukur.. 
Amin..


Bidara Village, 25/07/13

MENIKMATI SEBUAH PERJALANAN BIROKRASI (PART 1)

Kuawali tulisan yang jauh dari kata keren ini dengan satu niat berbagi saja tanpa ada niat seujung upilpun -bahkan upil semut sekalipun- untuk mendiskreditkan pihak manapun. 
Anggaplah ini hanya sebentuk “surat tidak sakti” dari seseorang di level kasta sudra plus plus alias rakyat jelata yang lebih banyak hanya bisa mingkem sepanjang jaman demi menyaksikan apa yang disebut dengan ketidaksesuaian yang terjadi di negeri tercinta ini. 
 
Satu hal lagi, kalau barangkali tulisan ini terbaca sama yang suka (pura-pura menggiring opini) bahwa di Indonesia tercinta ini sudah “bersih” koq, sudah gak ada pungli koq, para punggawa/punggawi pelayan masyarakat udah jujur semua koq… Hey.. hey.. hey… talk to my hand beibeh…!!!! 
 
Tulisan acakadut binti amburadul ini benar-benar bersumber dari cerita asli yang terjadi pada dalangnya langsung, tentu dengan bumbu-bumbu penyedap lebay gak penting yang dijamin semakin menghancurkan cerita melankolis nan gemah ripah loh jinawi ini.. 
 
Dan cerita cerita lebih gak penting seperti suasana saat dikedipin syahdu sama mbak-mbak potokopian atau betapa serunya pas lagi minum es cendol saking nikmatnya terus sendoknya sampe ikut ketelen, itu semua gak ada di mari lho ya, demi kesejahteraan bersama, semua udah diedit dalam tempo yang sesingkat-singkatnya..
 
Yang pastinya, tidak ada yang ditutupi sama sang dalang karena gak ada embel-embel pencitraan di mari.. Jadi, ya apa adanya aja.. 
 
Masalah penilaian itu baek ato kaga, ya monggo monggo sajah terserah pemirsah...
Yuhuuuuu….!! Cekidot guys……!! Yuuuukkkk mareeee…!!!

*******************************************************

Bro/Sist… nanya buleh dunk? Ada yang pernah ngurus benda berharga nan multiguna sepanjang masa yang berjudul KTP? Nah di negeri kitah tercintah benda ini biasanya susah move on lho dengan pasangan setianya yang bergelar KK alias Kartu Keluarga. 
 
Jadiiiiii… biasanya kalo lagi ngurus KK, ya KTP ngikut diurus, begitu juga sebaliknya. Nah, biasanya lagi nih….biasanya lho yaaa… orang-orang yang sudah ribet dengan aktivitas ngupoyo upo alias job rutin sehari-hari (so pasti including me) itu kan suka rada rada say no kalo suruh antri-antri, panas-panas, jalan dari kantor anu ke kantor onoh, dari kantor onoh ke kantor itu dan ini dan itu onoh anu yang lain yang sudah barang tentu dianggap ribet seribet ribetnya umat. 
 
Terus gimana dong sol of the lusi-nya.. 
 
Mari kita simak segmen Tips dan solusi hari ini…!! 
Jiakakakakakakkkkkkkk * ngakak bengis *
 
Pertama, Silakan colek pundak bapak “baik banget” yang sudah berpengalaman “membantu” urus beginian, biasanya sih sehari-hari tetep bertugas sebagai pegawai kantor anu..
 
Kedua, ngobrol basa-basi dikit sekedar nanya semalem bobo jam berapa atau sukanya nonton naruto atau iron man, ya jelas gak guna juga sih, lha piyeee, namanya juga basa basi…
 
Ketiga, di akhir basa basi, pasang tampang nyengir dikit dan katakan maksud kedatangan kita kemudian tanpa basi basa monggo dilanjut nego tarip kalo short time berapa, kalo long time berapa… 
 
Wakakakakakakaakkkkk.
 
Keempat, Taaraaaaaaaaaa!!!!!! Beberapa hari kemudian, KTP dan KK yang diinginkan sudah berada di dompet. 
Sesimple ituh sih pak/bu…!! * dehem dua kali *
 
***************************************************************************************
Nah untuk edisi kali ini, from the bottom of my heart (ciyeeee…) aku memang sudah nawaitu se nawaitu nawaitunya untuk mencoba nyemplung dari A sampai Z ngurus benda keramat ini sampai tuntas. 
 
Selain “lari” sesaat dari rutinitas kantor plus cuti tahun lalu yang masih tersisa segrobak mie ayam dalam waiting list minta dihabiskan, ya itung-itung ngepoin ibu pertiwi about birokrasi di negeri tercinta ini sudah sampai level apa (criminal case kali ah!!). 
 
Secara biasanya terima beres aja, meski I know it’s wrong, tapi ya piye jal? Simbiosis mutualisme gitu dweehh….!! Uhuk!!
 
Akhirnya dengan semangat membara kuajukan cuti sama pak juragan selama dua hari dengan harapan dalam dua hari itu bisa selesai, at least setengah perjalanan lah..
 
Hari pertama,
 
Sowan pak RT di tempat mangkal yang lama, gak jauh sih, paling 45 atau 48 menit perjalanan darat.. Hahahaha… 
Sampai sana, rumah kosong karena pak RT lagi kerja ternyata. 
Menurut putranya pulangnya sore menjelang maghrib. Ya sudah lah, daripada berubah jadi abu gosok saking kering nunggu pak RT sampe maghrib akhirnya lanjut jelong-jelong aja, sekali-kali lunch di Singapore lah, secara udah niat cuti kan? 
 
*tepok dada pake tampang norak tapi sombong*
 
Pulang lunch langsung balik ke rumah dulu menikmati mentari siang bolong nan terang benderang.
________________________________________________________________
Pak RT ini sebenarnya dulu kawan akrab yang asik waktu di pangkalan lama, temen main gaple di pos ronda sampe pagi. You know lah, komunitas bapak-bapak rumpi di komplek… Hahahaa..! 
 
Tapi berhubung sudah 4 tahunan jarang contact, ya sudah nomor doi raib entah kemana dan gak bisa deh bikin appointment dulu makanya sok PD aja langsung mak bedunduk ke rumah dosqi karena setahuku dulu kerjanya kena shift jadi peluang bisa ketemunya masih 1:2 lah.. 
 
Lha terus kenapa baru urus surat pindah setelah 4 tahun pindah domisili? 
Gini ya gan…! 
 
Duluuuuuu itu pas pindah ke mari nih, ke gubug derita yang sekarang nih… ane sekeluarga tuh baruuuuuu aja bikin KTP dan KK yang masa berlakunya masih sampe 2015 ini, nah kalo dulu langsung urus surat pindah, hello apa kabar dengan 5 unit Lamborghini guweeee… 
 
Ada Veneno, Veneno Roadster, Egoista, Sesto Elemento, Aventador J… 
*kemudian terbangun dari mimpi dan memeluk erat sepeda kumbang butut warisan papi* - Halagh!! -
 
Musti balik nama semua kan gan… dan pake fulus lumayan gede kan? Nah (waktu itu) tabungan ane baru 9 digit, belum 12 digit seperti sekarang… 
 
*ngakak lagi sambil tepok dada gorilla sekampung*
 
So, niat itu belum masuk skala prioritas, makanya selama 4 tahun itu, secara administrasi masih dicatet sebagai warga sono, tapi makan tidur udah di mari, begonoh pemirsah… 
 
Yes! Lagi-lagi I know that it’s wrong, tapi setidaknya ane urus surat pindah sebelum KTP expired lah… Susah kan kalo udah bicara about betapa beratnya itu di financial.. 
*alasan klasik* 
 
Wakakakkkk..
_______________________________________________________________
Lanjut lagi cuy... 
 
Sore hari selepas maghrib kunjungan kenegaraan ke pak RT di alamat lama ini dilanjut kembali. 
Singkat cerita, setelah basa basi ampe basi beneran, ngakak bareng, temu kangen dan ngobrol ngalor ngidul bla bla bla sampai tukeran nomor HP dan berjanji akan selalu setia saling save nomor HP (NahLoh!!)… di ujuuuunngggg cerita banget baru deh tuh yang namanya surat pengantar pengurusan pindah alamat selesai. Yach paling 5 menit 10 detik selesai, tapi ngobrol pembukaannya itu loohhh ampe berbusa-busa. Hadweeeehhh…!!! 
 
Selesai urusan kenegaraan di pak RT itu, dengan nyengir maksimal kugoda ia dengan sok tanya berapa biaya administrasinya? 
Hanya ngakak tak terbendung yang keluar dari mulut pak RT ini sambil dilemparnya aku pake bantal kursi. Intinya di level pertama ini adalah FREE CHARGE. 
 
Setelah aku diusirnya pergi karena mungkin udah gak tahan liat muka ganteng guwe, selanjutnya kulangkahkan kaki dengan gontai menuju ke pak RW -yang hanya beda beberapa blok saja dari pak RT- untuk meminta tanda tangan dan stempel pengesahan dari RW. 
 
Dan di level kedua ini (lagi-lagi) tetap FREE CHARGE.
 
 
Hari kedua, 
 
Jam 9.15 pagi kudatangi kantor kelurahan di alamat lama. Kesan pertama di Kantor kelurahan tampak luar, OK lah untuk ukuran level kelurahan. Poin 1 – 10, masih di 8 lah. Masuk ke dalam, suasana layaknya kantor pelayanan masyarakat, wajar dan lumayan rapi. 
 
Kantor cukup bersih, beberapa loket yang dipisah untuk beberapa jenis layanan, data-data kelurahan tentang jumlah penduduk, peta batas wilayah dan sebagainya terpampang lengkap di papan dengan data yang update terbaru. 
AC ada 1 unit tapi tidak berfungsi (entah rusak atau memang sengaja dimatikan).
 
Ada 3 orang pegawai yang terlihat di loket pelayanan, 2 pria dan 1 wanita. Beberapa orang yang datang lebih dulu dariku, terlihat sudah duduk di kursi tunggu.
 
Kuserahkan berkas-berkas persyaratanku kepada seorang pegawai perempuan di loket layanan KTP+KK (namanya sih kucatat, tapi tidak akan ku-expose ah. Sebut saja Mawar, 17 tahun.. Wkwkwkwkkkkkk) yang pakaian seragam rapi layaknya pegawai pemerintahan, berhijab lengkap tapi sayang kakinya bersendal jepit. 
 
Usut punya usut ternyata setelah diperhatikan para pegawai di kantor kelurahan itu memang bersendal jepit di dalam kantor. Ooohh.. okay…!! 
 
Meski langsung rada ilfil, secara aku aja mencoba menghargai diri sendiri dengan bersepatu saat masuk ke kantor resmi ini, tapi ya coba positif thinking aja, mungkin sepatunya pas hari itu secara massal sedang dicuci. Uhuk!!.
 
D : “Pagi bu, mau urus surat pindah”
 
M : (muka gak ramah, sambil membolak-balik berkas) “Ada surat pengantar dari RT gak nih?”.
“Oh, iya ada nih..”, eh.. doi jawab sendiri…!! Hahahaha… 
 
Sampai di sini nih guys, yang kudengar dari kesaksian salah satu tetangga yang mengurus ginian sebelum aku dan kebetulan dia gak ketemu-ketemu sama RT dan nyoba langsung datang ke kantor kelurahan, kalo di level kelurahan ini tidak ada pengantar dari RT, biasanya mereka bisa “usahakan” instant lho… ya tentu dengan “harga khusus” lah… *simbiosis mutualisme*
 
D : “Jadi gimana nih bu? Ada lagi yang harus dilengkapi?”
 
M : “Duduk aja dulu pak, tunggu”

± 25 menit, 14 detik kemudian…
 
M : “Pak Didik Winarko..”
(wuih! dia tau nama lengkapku yak??!! Jangan-jangan doi naksir… wkwkwk)
 
D : “Ya bu…” (menghampiri loket dengan riang gembira)
 
M : “Ini pak, udah beres!! Tanda tangan di sini, sini dan sini sebelum ke kecamatan”
(nunjuk beberapa kolom yang harus kububuhkan tanda tangan)
 
D : (kuperiksa ulang sejenak sekedar memastikan datanya tidak ada yang salah tulis)
“OK bu, terimakasih ya bu”
(kumasukkan berkas ke dalam tas sambil bersiap pergi sambil menunggu responnya)
 
M : “Pak, biaya administrasinya 50.000,-!!“ (Spontan seolah khawatir aku keburu kabur)
 
D : (dalem ati : “yess!! Start the game”) “Oh, maaf bu, saya tidak tahu”.. 
 
Dan “transaksi” pelayanan ini ditutup dengan penyerahan selembar rupiah berwarna biru itu. Dan yang perlu dibold-italic-underline ya, tuh fulus kusaksikan dengan mata kepalaku digenggam dengan cepat dan (dengan terampil) langsung masuk ke kantong seragamnya sambil pura-pura sibuk membereskan berkas-berkas di meja. 
I call it "wow" dengan ketrampilan tangannya... Wkwkwk..!
 
Oiya, si goban yang jadi “uang administrasi” ini sama sekali tidak ada kuitansi, tanda terima, tanda terimakasih or something like that lho… 
 
Jadi silakan diasumsikan sendiri ya guys…!!! (garuk2 jidat for positif thinking : oh, mungkin bakal beli terompah cuy.. ya kaleeeeee!!!! biar kalo sendal putus, bisa ganti terompah aje yang awet.. uhuuuyyy!!)
 
***************************************************************************************
Selesai di kelurahan, langsung menuju kantor kecamatan.
 
Sampai kantor kecamatan kira-kira pukul 10.15 WIB dan antrian sudah agak berjubel.
 
Oiya, suasana kantor sih keren ya, baik tampak luar maupun tampak dalam, semua atribut layaknya kantor kecamatan semua lengkap. Peta wilayah, jenis layanan, prosedur layanan dan nganu nganu yang lain semua lengkap secara visual. 
 
Satu orang pegawai wanita di loket pengurusan KTP & KK dan beberapa anak berjas almamater yang sepertinya sedang praktek kerja berada di loket pelayanan yang sederet dengan ibu pegawai itu.
Tapi di kantor ini ada beberapa yang mengganjal dan bikin merepet 
 
misalnya :
Ada tulisan “Terimakasih tidak merokok di ruangan ini” di beberapa titik, tapiiiiiiiiiiiiiiiii… Masyarakat yang sedang antri sih kulihat tak ada yang merokok, (Cuma) beberapa orang pegawai berseragam yang berada di sepanjang belakang meja loket koq malah di tangannya berhias rokok yang menyala di tangan yaa.. 
 
ooohh.. mungkin tulisannya tidak terbaca dari belakang sana ya…. Lagian, yang nempel tulisannya juga sih, kurang gede..!! hahhahaha…
 
Ada petunjuk bahwa kantor ini melayani dengan PATEN aka Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan tapi area meja pelayanan yang berada di belakang loket yang dibuat memanjang itu koq hanya berisi meja-meja kosong yang berderet dengan unit-unit komputer yang entah dalam kondisi on atau off karena layar menghadap ke tembok belakang sana. 
 
Dan as for me only ini aneh.. 
Kantor yang segede alaihim gambreng ini hanya ada satu pegawai di front office dan “teman”nya (cuma) beberapa anak-anak PKL itu.. Wtf!! 
 
Ada spanduk gedeeeeeee banget dengan tulisan menyala : Anda akan mendapatkan 5S salam, senyum, sapa, sopan dan santun tapiiiiiiiiiiiiiiiiii… ibu yang melayaninya..?? uhuk!!!! 
 
Cekidot!!
 
Me : “pagi bu, maaf untuk pelayanan pindah domisili apa benar di sini?”
 
Her : (muka datar ngelirik 2.5 detik) “Iya, taruh aja situ pak!”
(Oooh,,, okay!! Mungkin dia lupa untuk senyum atau mungkin dia lelah… wkwkwkk)
 
Abis itu dengan gontai kulangkahkan kaki mungilku ini menuju kursi tunggu… oiya, kursi tunggunya keren koq. Standard dan terlihat masih cling berkinclong… halagh!! Dan ternyata ada cewek imut di bawah dualima nan menggoda iman (yang sama sekali gak ngelirik gw juga sih..) di deretan kursi cling itu sodara-sodara… tuh kaaannn… bikin gagal fokus dweh!!
 
Lha terusssssssss kembali ke laptop : salam, senyum sapanya mana woooeeyyy!!!! 
*tepok jidat marmut*

1.5 jam kemudian..
Her : “Pak Didik” (wah, doi gak sebut nama lengkap guwe!! Belum tahu kali siapa guwe!! Wkwkwk)
 
Me : (lari tergopoh-gopoh) “Iya bu, saya”
 
Her : (masih mahal senyum, sambil bolak balik berkas-berkasku) “Ini mau pindah kemana?, oohh… ke T*******a (Ups!! Guwe belom jawab keleus…!! Uhuuyy!!)
 
“Lho!! Ini kok Nomor Induknya gak keluar?”, 
(nanya ma siape bu? Kalo sama ai, mana ai tahu.. tempe aje ai nikmati tiap ari... ai kan cumak rakyat jelata… *peluk beruang kutub*)
 
“Sebentar… sebentar.. biar dicek dulu, tunggu dulu aja pak, ntar dipanggil lagi” 
 
Bayangkan saudara dan saudari, lelahnya perjalanan guwe dari kursi tunggu ke loket itu sia-sia bukan? Harusnya sebelum manggil nama keren ini, lha mbok ya dicek dulu sampai lengkap.. kap.. kap… kap..!!

12 menit, 34 detik kemudian…
 
Her : “Pak Didik” (Yaelaahhh.. dia sebut nama guwe lagi deh..)
 
Me : (melangkah lesu karena menjelang jam 12 dan tadi baru sarapan roti seharga IDR. 7500)
 
Her : “Ini foto kopi dulu satu-satu terus ntar bawa balik sini lagi”
 
Me : “Oh, baik bu… tempat foto kopi di mana bu?”
 
Her : “Depan!!” (sambil nunjuk arah depan kantor)
 
Yasssalaaaammmmm… ramah nian ibu cantik jelita ini!! Grrhhhhhh…!!
 
 
Singkat cerita, kukembali ke hadapan singgasana ibu ini dan kuserahkan semua berkas.
 
Her : “Ini masih satu Kabupaten jadi tidak harus ke catatan sipil, langsung ke RT/RW yang dituju saja”
 
Me : “Baik bu, terimakasih” (balik kanan, siap caooo!!)
 
Her : “Biayanya 20.000 pak!”.
 
Omaigat..!! 
I’m forget something!! 
Ini kan negeri non free charge!!

To be continued....

Tangerang, 30/10/15

Kupat Tahu Ala Didik

Lebaran dan ketupat adalah dua hal yang tak terpisahkan, meskipun untuk beberapa daerah ketupat ini tidak “wajib” ada di meja makan pada hari lebaran dan juga ada beberapa daerah yang memiliki tradisi kupatan dimana ketupat disajikan bukan pas hari H Idul Fitri, tapi pada hari ketujuh Syawal.

Nah, biasanya kita sudah cukup ‘eneg’ dengan hidangan serba santan dari teman-teman si ketupat ini. 
Opor ayam, sayur labu, rendang dan juga masakan lain serba santan khas lebaran. Barangkali ada yang butuh sesuatu yang agak beda, aku mencoba ber-eksperimen dengan memanfaatkan ketupat tapi dihidangkan tanpa si serba santan ini.

KUPAT TAHU...
Ya… Di daerah Magelang, Purworejo, Wonosobo, Jogja dan sekitarnya hidangan ini sudah tidak asing lagi, tapi mungkin untuk beberapa daerah lain ada yang belum pernah mendengar nama hidangan ini.

Bahan-bahan yang sederhana dan rasanya yang pedas, manis, segar cocok untuk ‘lidah jawa’, apalagi di momen lebaran yang dari segala penjuru sudah diserang dengan masakan berkolesterol tinggi.

Di bawah ini Didot coba berbagi resep sederhananya  (untuk 5 porsi) :

BAHAN-BAHAN :
- Ketupat (bisa diganti dengan lontong)    -    5 buah
- Tahu (lebih cocok tahu coklat)               -  10  buah
- Daun Kol                                              -   ¼ kg
- Tauge (jika suka)                                   -   ¼ kg
- Daun Seledri                                         -   2-3  batang (sesuai selera)
- Bawang goreng                                     -   sesuai selera
- Bawang putih                                         -   5 siung
- Cabe                                                     -   sesuai selera

BAHAN-BAHAN KUAH :
- Gula Merah                                               -  ¼ kg
- Daun Salam                                               -  5 lembar
- Lengkuas (dikeprek)                                  -  1 buah
- Garam                                                       -  1 sendok makan
- Air                                                             -   +/-  2 gelas


CARA PENYAJIAN :
1. Untuk kuah siram, semua bahan dimasak di atas api sedang sampai mendidih dan sedikit mengental (kira-kira air tinggal ¾ bagian)
2. Tahu dipotong dadu (kotak) dan digoreng sampai berwarna kecoklatan (lebih kering lebih enak pada saat tersiram kuah)
3. Kol, daun seledri diiris kecil-kecil, tauge disiram dengan air panas saja agar tidak terlalu matang
4. Cabe dan bawang putih diuleg pelan dan tidak terlalu hancur,  langsung di piring saji agar aroma bawang putih terjaga
5. Masukkan ketupat (lontong) yang telah dipotong, tambahkan dengan tahu yang telah digoreng, tumpukkan irisan daun kol, daun seledri, tauge dan taburkan bawang goreng secukupnya.
6. Tuangkan kuah siram di atasnya
7. Kupat tahu nan segar siap dihidangkan

SELAMAT MENCOBA…

Tangerang, 30/07/14

~ Selasa Merah ~

Demi Selasa yang merah
Kulihat ada bias bias amarah
Berpagut dalam kecewa yang menggelisah
Meski embun pagi masih bertabur
Menabuh rerumputan di sela rona fajar yang masih menjingga

Ah, ini hanya sebuah amarah
Biar kusambut dengan seutas sisa senyum ini
Biar kubelai cula yang semakin meruncing

Kunikmati saja Selasa ini
Meski masih terasa merah
Membara...

Balaraja, 02 April 2013
*Menyambut Selasa yang merah*

~ Menikmati Sisa Rindu ~

Menjemput kilau rindu
Di sela cengkerama gemintang
Merona hingga tepian telaga hati
Demikian elok membiaskan makna
Untuk selarik sisa cinta yang masih membara

Ah, degup itu masih menderu
Serupa riuh rindu yang menggelombang
Di antara riak samudra cinta yang tetap biru
Masih terbungkus rapi, begitu rapi
Enggan berlalu..

Sesaat ada tanya turut berdesau
Dalam gerimis pagi yang jatuh satu-satu
Dosakah sebongkah rindu ini 
Yang terus bersemayam tanpa pinta

Sebab ia tak sanggup ku halau
Meski bercawan tuba telah kureguk

Balaraja, 31 Maret 2013
#kala kunikmati sisa rindu yang membiru#

~ Sajak Sang Mantan ~

Di sela lelap malamku..
Ditemani sisa gerimis yang masih dingin memeluk rerumputan

Sekilas senyum itu masih kurasakan
Membelai dan terus memagut sisa keagungan cinta ini

Semesra alunan dawaimu yang masih tetap lembut
Melembabkan kembali palung hati ini yang sedikit meranggas

Ah... aku tidak sedang jatuh cinta lagi wahai..
Sebab memang sudah sejak lama separuh hati ini selalu kutitipkan

Pada setiap embus bayu yang menuju ke sana
Ke bukit cinta yang dahulu kita hirup sepoi anginnya bersama

Lalu... apakah dusta indah ini harus terus kusemayamkan di sini
Di dalam tanya pada setiap empas riak rasa ini

Duh.. Entahlah wahai...
Yang kutau kini, aku hanya ingin terjaga
Aku ingin gaduh...
Agar alunan dawaimu terkalahkan tempik sorak di riuhku..

Balaraja, 14 Januari 2013

#saat indah masa lalu kembali menjelma#

Jumat, 16 Desember 2016

~ Untukmu tuan Serigala ~

Wahai tuan serigala..

Kemanakah hilangnya 
Nyala lentera kesabaran di ujung hatiku untuk engkau?

Kemarin pagi..  
Saat masih tersisa gelap dan bening embun malam
Aku masih bisa menyaksikan nyalanya 
Meski kurasakan mulai meredup..

Dan kini
Nyala itu sudah benar-benar punah 
Tanpa sisa

Perlahan tapi pasti
Telah berubah warna menjadi bara dendam 
Yang panas memerah

Letih mungkin
Atau bosan?

Ah.. 
Entahlah tuan serigala.. 
Rasanya tak ingin lagi aku menerjemahkan ini semua..

Gemeletuk gigi taringmu  
Sorot merah matamu dulu 
Saat mati-matian membela serigala kecilmu yang kumusuhi itu..
Hadir kembali menari di hadapku

Kini baru engkau rasakan 
Betapa serigala kecilmu 
Telah berubah menerkammu dengan taringnya
Yang bahkan lebih tajam dari taringmu 
Yang kini mulai menumpul digerogoti usia…

Dan pagi tadi… 
Dengan peluh ketakutan engkau mengetuk 
Pintu rumah sederhanaku yang lama tenang tak terusik…

Engkau menangis, memohon, meratap, menyesal.

Dan aku?
Ahaayyy....! aku terbahak..

Aku terbahak bukan karena ku tak mendengar ratapmu wahai tuan…
Tapi aku terbahak senang 
Sebab aku merasa menang melihatmu meratap sepertiku dulu

Pergilah tuan serigala renta… 
Pergilah jauh dari sini…

Bahkan saat suatu ketika 
Saat serigala kecilmu akan mencabikmu
Mungkin tawaku akan semakin terbahak..

Jangan pernah engkau harapkan 
Satu titik saja air mata ini jatuh..
Tuk menangisi darah segar 
Yang mengalir deras dari tubuhmu 
Karena cabikan serigala kecilmu…


Bidara Village, 07 Juli 2011

* Saat sabar berubah menjadi dendam *

~ 13 - ku ~

Senjaku tadi begitu merekah yayi
Ketika lembut genggam jemarimu masih kurasa sama
Serupa tigabelas warsa silam saat pertama kau sambut genggam hangatku

Sembari kutatap jingga yang mulai sedikit lamat
Syahdu bercumbu berpagut bersama sang bayu
Sesaat mewakilkan betapa duhai
Dan betapa biru rasaku

Ujung jalan itu masih mewangi yayi
Pun masih seharum tigabelas warsa silam
Masih tetap nyaman kita hirup dan rasai
Sebab di sepanjang jalan ini masih bertaburan bunga
Bunga kasihmu yang senantiasa semerbak

Duh, ijinkanku untuk terus lelap yayi
Di sini, di temaram santun cintamu
Beralas rindumu yang tak pernah usai
Untukku.....

Balaraja, 12 Maret 2013
13th our wedding anniversary

#kupersembahkan untuk istriku tercinta yang telah genap 13 tahun sudah mendampingiku dengan setia dalam suka dan duka#

~ Di Puncak Tanya ~

Kembali bersimpuh mengaduh
Pada geliat pekat malam nan mendura
Berjuta tanya kian berpagut menyatu
Menimbunkan satu rasa yang masih tetap entah
Terus dan terus mengendap
Hingga memuncak dalam bertubi sendawa

Lalu, ketika kularut dalam melodimu
Apakah itu nada-nada yang harus kunikmati?
Melodi yang kau cipta demikian  sumbang wahai pandir
Bahkan untuk bait pembuka elegi sekalipun

Teruskan senandungmu wahai
Di terang dan gelap harimu
Jika nada-nada itu engkau rasa pantas
Pantas terabadikan dalam bait-bait nyanyianmu
Sebab aku telah memilih tulikan gendang telinga
Demi mendengar bait-bait sumbangmu

Balaraja, 22 April 2013
*saat di puncak tanya*

~ Ku Menyerah ~

Ini melarakan, sungguh
Bahkan di hadapan seringaimu
Kini ku telah menyerah wahai jalang

Melihat langkahmu yang lagi
semakin jauh ke sisi sana
Mengikuti lambai lengan kekar
Di sana, di ujung arah kirimu
Pun kulihat di ekor matamu
Sedikitpun tak lagi ada lirik terbias
Ke sini, ke jalan setapak sederhana
Yang kubangun dengan segenap asa
Tuk sekedar membawamu ke sana
Ke arah lentera yang menyala di ujung remang

Benamkan..
Benamkan wajahmu dalam-dalam
Peluk mesra bodohmu

Setubuhi dungumu wahai jalang
Hingga lenguh puncaknya kau capai
Sebab ku tak lagi inginkanmu
Meski dalam sedikit sisa harapku

Bidara, 27 Maret 2013
*saat payah telah warnai rengkuhanku

PRAHARA PAGI RUMAH SENTHIR

Pagi ini, seperti biasa bunda Nindya Gilingan Gabah sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak.
Bunda sudah terbangun sejak jam 4 pagi sedikit lebih pagi dari biasanya bukan karena bunda sedang ingin bangun lebih pagi tapi entah kenapa semalam bunda “metindhihen” - semacam halusinasi setengah nyata setengah mimpi – yang mungkin akibat begitu stressnya menghadapi tingkah polah anak-anak senthir setiap harinya bikin kekacauan di seluruh penjuru sehingga sampai terbawa menjadi nightmare .

Dalam halusinasi bunda semalam seolah-olah tiga anaknya yang berukuran jumbo berebut minta pangku dan gelendotan di tubuh bunda yang saat ini memang staminanya mulai sedikit menurun dibandingkan beberapa tahun lalu.

Pertama Ikhasur yang tiba-tiba telah berada di pangkuan bunda sambil memeluk toples kesayangannya yang juga berukuran jumbo yang bila semenit saja isinya kosong itu sama artinya dengan bencana nasional di keluarga senthir.
Ia akan histeris dengan teriakan yang terdengar dalam radius 3 KM dan mbrakoti apa saja yang ada di sekitarnya.

Pernah suatu ketika bunda lupa mengisi toples Ikhasur karena sekarung krupuk tengiri kesukaannya masih tersimpan di lemari dapur tapi lemari dapur tak bisa dibuka karena kuncinya ditelan Mamat tanpa sengaja waktu dia rebutan kripik singkong melawan Ikhasur dan bentuk anak kunci yang pipih itu dikiranya sebagai rontokan kripik singkong. Dan kekosongan toples Ikhasur selama bunda ndobrak pintu lemari dapur itu cuma beberapa menit saja, tapi ternyata sebuah talenan kayu bunda dan juga gagang pintu ruang tengah telah lenyap dan tinggal tersisa beberapa rontokannya yang berhamburan di lantai mirip sisa cakaran joe taslim-nya Wiwi. Makanya sejak kejadian itu bunda seperti trauma, panik tingkat delapan penjuru mata angin saat persediaan camilan Ikhasur menipis dan selalu memastikan bahwa toples kesayangan Ikhasur harus selalu terisi camilan.

“Ada apa to cah ayu… koq tumben bermanja-manja sama bunda”, tutur bunda bijak sambil sedikit meringis dan nafas yang agak tersengal karena berasa dua karung beras berada di pangkuannya.

“Aku lagi sebel bund sama Nifisius tuh.. masa nyuruh aku asah-asah bund, lha nek aku asah-asah tato di tangan yang susah-susah kubuat di Malioboro ini yo iso luntur to”, jawab Ikhasur yang tentu saja di antara suara giginya yang masih setia tetap lahap mengunyah.

Masih dalam keadaan nafas ngos ngosan akibat Ikhasur dalam pangkuan, tiba-tiba dari teras depan Mamat yang memang jarang pake baju itu lari menubruk bunda dan Ikhasur yang lagi asik ngobrol.

Dia dorong Ikhasur bergeser supaya bisa duduk di sebelah kaki bunda saja dan kaki satunya buat ia duduk, tentu sambil mendorong seperti biasa adegan tabok2an rebutan makanan antara Ikhasur dan Mamat selalu terjadi karena pada saat yang sama, tangan kiri Mamat menerobos barikade pertahanan toples Ikhasur dan  “hap!!” segenggam kacang bawang telah berada di tangannya.
Tentu ini adalah sebuah bencana buat Ikhasur dan tangan kiri Mamatpun jadi korban brakotan Ikhasur.

Tinggal bunda yang semakin engap karena adegan itu terjadi dengan kedua kaki bund sebagai tumpuan.

“Duh gustiiii…!!”, tercekat keluhan bunda Nindya di tengah keriuhan itu.

Dalam halusinasi di tidurnya, bunda Nindya telah berusaha untuk terbangun tapi sulit sekali, dan setelah berulangkali dicoba akhirnya bunda terjaga dari nightmare sesaat setelah dalam mimpinya kepala Mamat dikepruk pake toples oleh Ikhasur.

Sedikit lega bunda terduduk ngelus dada sambil berucap syukur karena ternyata adegan mangku dua buntelan petikemas itu cuma dalam halusinasinya.  Sesaat setelah itu bunda Nindya mencoba kembali memejamkan matanya dengan harapan tidurnya akan lebih tenang.
Tapi ternyataa…..

“Bundaaaaa…..!!”, teriakan Pingping yang keluar dari kamarnya dengan langkah gontai itu mengejutkan bunda, Ikhasur dan Mamat yang sudah “reda” dan dengan tenang duduk di pangkuan kedua kaki bunda meski beradu punggung karena itu cara bunda untuk melerai mereka berdua agar tangan Mamat tidak bisa menjangkau toples Ikhasur.

“Opo meneh iki?”, gumam bunda sambil gak bisa bayangin kalau bemper Pingping juga harus berada di pangkuan bunda lagi.
Langkah PingPing yang tak kunjung sampai, dengan sandal suwalo yang diseret itu menandakan bahwa ia sedang dalam galau tingkat dewa, begitu yang ada di benak bunda.

Sementara Mamat masih asik jilatin sisa rasa asin kacang bawang di jari-jari kirinya yang tadi berhasil masuk ke toples Ikhasur sambil sesekali mencoba tetap menggapai toples dalam pelukan Ikhasur. 

“Bundaaa….! Pingping harus gimana ini?”, serak galau suara Pingping sambil tunjukin HP yang lagi onlen pesbuk.

“Pingping diinbox sama temen pesbuk.. Kaya’e ganteng sih bund.. Tapi masa ngajak ketemuwan di gereja blenduk bund. Nanti kalo aku ketuker piye jal? Aku kan bentuknya mirip sama blenduknya itu Hiks!!”, mata yuyu Pingping mulai berkaca-kaca karena galau setadium empatbelas.

Mungkin curhatan anak wedoknya yang ratu galau ini terdengar biasa, tapi saat menyampaikan curhatnya itu yang bikin bunda makin tertekan karena Pingping gelendotan di punggung bunda sambil memeluk leher bunda tanpa mempedulikan Ikhasur dan Mamat yang tonasenya sudah di atas ambang batas maksimal.
Dan ketika ditambah dengan beban tubuh Pingping yang lebarnya hanya beda beberapa milimeter saja dengan ringin kembar di alun-alun Jogja, tentu ini menjadi beban yang luar biasa buat bunda Nindya.

Sadar bahwa ini hanya halusinasi, bunda tak ingin menyempatkan menjawab curhatan Pingping dan lebih memikirkan bagaimana caranya agar segera terjaga dari mimpi buruknya ini.
Satuuu…!! Duaaaa…!! Tigaaa..!! Dengan segenap sisa tenaganya Bunda Nindya berhasil memaksa berdiri dan membebaskan diri dari ketiga anaknya yang mengganggu tidurnya sepanjang malam.

Untuk kesekian kali bunda Nindya terduduk kembali sambil ngelus dada dan untuk kali ini saat melirik jam dinding telah menunjukkan pukul 4 pagi. Bunda tak ingin mengulang kembali mimpi buruknya dan memutuskan untuk turun saja dari tempat tidur.



Sunyi…  Jam di dinding menunjuk pukul 6 pagi. Penghuni rumah keluarga senthir masih terlelap dan semua tertidur di ruang tengah dimana radio usang milik kelurga senthir disimpan. Semalam seisi rumah masih debar (denger bareng) siaran terakhir Pingping di radio Asmara sebelum dipecat gara-gara tiga sodaranya – Mamat, Wiwi dan Tekwan- rusuh di studio berantem melawan Cuci Marun yang belakangan diketahui juga ikut dimutilasi atau apa gitu istilahnya. Pokoknya akhirnya dia didapuk jadi opis gel karena tragedi radio Asmara itu.

Sungguh miris menyaksikan bentuk tibar (tidur bareng) keluarga senthir. Ikhasur yang tetap setia memeluk toples camilan kesayangannya ngorok di tengah ruangan dengan kedua kaki berada menindih pas di kuping kanan tante RusRus yang berposisi miring dan sudah tentu ngiler tak terbendung. Di depan tante RusRus terlihat Dian Taragunung yang tertidur tengkurap dengan pantat pas di depan perut tante RusRus dan pantat Dian dimanfaatkan Didot sebagai bantal. Didot yang masih mengenakan wig warna ijo daun ala Jenita Janet sambil memeluk boneka barbie yang rambutnya botak karena dicabut dipakai wig waktu ia terobsesi jadi barbie. Bibir seksinya udah tak berbentuk karena iler dan lipgloss yang sudah bersenyawa.  Sementara di sudut ruangan Tekwan, Mamat dan Pingping yang semalam pulang dari radio Asmara langsung ndlosor dengan sukses bertumpukan. Tekwan yang ramping di posisi atas menindih perut dua saudaranya yang berukuran tampungan air kapasitas 1000 liter itu. Seolah Tekwan sedang tidur di atas “Rompal sepringbed” yang ternama itu, sementara Mamat dan pingping serasa ditindih guling kecil yang hangat. Jadi yang terjadi pada ketiga saudara itu sebenarnya adalah simbiosis mutualisme, meskipun orang awam menterjemahkan kondisi itu dengan kata“miris”.
Tapi Nifisius terlihat tak berada di antara tibar keluarga senthir ini?

“Ma’eeeeee….! Ma’eeeeeee…..!!!”, teriakan Nifisius yang tiba-tiba memecah pagi sambil berlarian dari depan rumah. Nifisius terus berlari menuju bunda Nindya yang sibuk di dapur.

Tak bisa dihindari lagi para penghuni “area tibar” terinjak-injak Nifisius dan terbangunlah mereka sehingga suasana gaduh tentu segera terjadi.

“Haduh…!! Telorku… oh telorku!!”, pekik Mamat yang terinjak pada onderdil utamanya.

”Eh..!! Gile ya..!! Lu pikir guweh tritmil!! Lari-lari di punggung guweh! Hajar nih!”, Dian teriak sengit sambil ngacungin tinju ke arah Nifisius.

Sementara Didot sibuk membetulkan wignya yang lepas karena keinjek bagian ubun-ubunnya.

Tante RusRus yang kebetulan selamat dari injakan itu, tetep berusaha memancing di air keruh.
“Nif… mending balik lagi aja, biar masing-masing kepidak dua kali kan seimbang..” kata-kata provokator terdengar meluncur dari Tante RusRus sambil benerin tali piyama ala Oshin kesayangannya.

“Aku berada di antara prahara pagi..
Sesungguhnya harga diriku telah terinjak-injak di pagi ini.
Gustiiii….. paringono sabaaarr…”,
Status FB PingPing terlihat teraplod dari HPnya beberapa detik setelah bagian bemper yang merupakan bagian andalannya menjadi korban injakan Nifisius.

Seperti biasa, komen segera membanjir tanpa solusi :

SuperBenjo :
Lha hargamu piro yu…
Tak tukune…
Wkwkwkwk

EstuEkaLuvMasAaForever :
Oalah mbaakkk… lha mbok ndang rene jogging bareng, bar kuwi mangan bubur ayam telung mangkok ngko tak bayari.
Daripada galau isuk-isuk to..?

Gusti Random :
Lho mbak.. nyariin saia toh? Koq sebut-sebut nama saia
Jiakakakakakakkkkk…

Sabarudin bin Mahmud :
@ Gusti, tak keplak gundulmu lho… Dosqi lagi nyariin ghuweh tuh…
Wkwkwkwk
# malah rebutan

Bunda Nindya yang lagi nguleg bumbu sangat terkejut dan ulekan terlempar jauh ke tumpukan panci kotor di sudut dapur. Tak ayal rumah kelurga senthir semakin riuh dan gaduh ke radius satu kilometer di delapan penjuru mata angin.

“Ada apa to nak… senengane koq teriak-teriak lho ah.. Bikin gaduh aja pagi-pagi to nak..”, jawab bunda dengan sisa sabar yang ada, sesaat setelah kagetnya usai.

Nifisius meringis menahan sakit menunjukkan jari tangannya yang luka-luka yang dari tadi digenggamnya sambil berlarian.

“Ya ampuunnn…. Ini kenapa jari-jarimu nak..?”, bunda panik sambil mencari obat luka “Bedakin” yang kemarin dibeli waktu dengkul Mamat dibrakot Ikhasur.

“Iya Ma’e… tadi Nif pas bangun laper, terus ke rumah Wiwi, maksudnya mau minta sarapan karena Ma’e belum mateng masak”, Nifisius memulai ceritanya sambil diobati luka-lukanya.

“Nif bikin susu coklat sama pas buka kulkas Wiwi ada snack, yaudah Nif makan… Wong rasanya gurih. Cocok lah sambil minum susu”.

“Lha enggak tau kenapa tiba-tiba Joe Taslim yang bangun tidur langsung menerkam tangan Nif sampe luka-luka kayak gini. Nif langsung kabur Ma’e..”..

“Oalah nak… Nasibmu koq sedih amat… Gara-gara minta sarapan, malah akhirnya dibrakot kucing”, bunda meratapi nasib Nifisius yang memang paling dimanja bunda di keluarga Senthir.  

Tak berselang lama, Wiwi datang ke rumah Senthir tentu dengan menenteng Joe Taslim. Kali ini kaki Joe Taslim diikat dan dicantelin di sebatang kayu dan dipanggul di pundak Wiwi.

“Nif… bar dibrakot Joe Taslim yaaaa..?... Kasian deh loh…”, Teriak Wiwi dengan ringan tanpa beban.

“Tak kandani yaaaa… Itu yang tadi kamu makan sambil minum susu itu makanannya Joe Taslim… Pantes aja dia kalap, wong makanannya mbok embat lho…”.

“Makanya jangan main embat aja, nanya dulu!”

Hening sesaat seisi rumah senthir. Terjawab sudah kehebohan pagi itu.
Ternyata Nifisius ngembat makanan kucing.. 
Miaaaauuuuwww…..
Tangerang, 19/04/14

WASPADA! HIPNOTIS VIA TELPON

Kuawali cerita ini dengan memberikan motivasi kepada diri sendiri bahwa apa yang kualami bukanlah musibah atau kecelakaan atau apapun itu.

Tapi aku mensugestikan ke diriku bahwa ini adalah pelajaran luar biasa yang memang telah dipersiapkan Allah SWT – Tuhanku supaya aku lebih baik dalam segala hal.

Satu hal yang baru kusadari,  akhir-akhir ini memang kondisi imanku grafiknya sedang relatif turun dan sengaja atau tidak tapi aku memang merasa sedikit  jauh dari-Nya.

So, ini menjadi luar biasa serta menjadi bukti  betapa Dia selalu dekat dengan kita meski kita menjauh sekalipun.

Dan tentunya juga buat yang mampir dan menyempatkan diri sejenak membaca note ini, semoga tulisan ini ada manfaatnya khususnya buat teman-teman yang barangkali punya job yang mirip denganku atau setidaknya potensial mengalami hal yang sama.

Kemarin siang kurang lebih jam 2 atau 3 sore, masih di tengah kesibukan mengerjakan job rutin di kantor, telpon di meja berdering dan tanpa firasat apapun kuangkat gagang telpon dan ternyata suara salah satu teman kantor di divisi lain (purchasing) yang  mentransfer panggilan itu dan setelah telpon dia tutup tersambunglah aku  dengan sebuah suara di ujung sana, suara penelpon yang di telingaku teridentifikasi sebagai pria - sepertinya sih…  karena suaranya memang sangat pria dan mengaku memiliki nama yang lazim dipakai pria di Indonesia kita  tercinta ini - dan si pria inilah yang pada akhirnya baru kusadari sebagai  orang yang telah menghipnotisku via telepon.

“Mohon maaf, apakah benar saya sedang berbicara dengan divisi marketing?”, suaranya sangat sopan layaknya pegawai yang memang sudah terbiasa berkomunikasi dengan etika komunikasi kantor yang cukup baik.

“Benar pak, ada yang bisa kami bantu bapak? Mohon maaf dengan siapa saya bicara?”, jawabku dengan formal sesuai standard.

“Saya A*** (menyebut sebuah nama pria Indonesia) dari PT. ***** (menyebutkan nama sebuah perusahaan multi nasional yang memang kebetulan menjadi salah satu supplier di perusahaan tempatku bekerja).  Apakah benar saya sedang bicara dengan ****  (menyebut level posisi di divisiku)”, 

“Baik pak A**…  saya Didik, kebetulan saya sendiri pak.  Ada yang bisa dibantu pak?”

“Oh iya pak Didik. Jadi begini pak. Kebetulan di tempat kami sedang ada program ulang tahun perusahaan dan sekarang kami sekaligus promosi sedang membuat program membagikan kalender, buku agenda dan beberapa souvenir yang akan kami bagikan kepada supplier dan customer rekanan bisnis kami. Kami butuh nomor contact person dan nomor telepon customer perusahaan bapak.  Jadi… bla bla bla…. “ panjang sekali dia bicara menjelaskan maksud dia menelpon dan gaya bicaranya tanpa jeda seolah-olah dia hanya memberikan kesempatan kepada lawan bicara untuk menjadi pendengar dan tidak memberikan sedikitpun kesempatan kepada lawan bicara untuk menjawab atau menanggapi pembicaraanya.

Dan mungkin kalimat panjangnya itu adalah awal dia memberikan sugesti, hipnotis atau apalah namanya. Yang pasti setelah itu aku tetap berkomunikasi dengan si penelepon akan tetapi aku terasa digiring untuk mengikuti sugesti atau apapun yang dia katakan (ini baru kusadari di akhir-akhir cerita).

“Oh, baik pak. Boleh diinformasikan alamat emailnya pak? Supaya data bisa kami kirimkan via email saja”,  jawabku dengan tanpa beban.

Padahal,  database all customer itu tidak semua orang diperkenankan mengakses datanya karena itu merupakan salah satu rahasia perusahaan yang seharusnya menjadi salah satu tanggung jawabku untuk  merahasiakan.

Atau jikapun harus memberikan data kepada pihak lain, harus setelah ada verifikasi dari atasanku seperti standard kerja yang biasa aku lakukan.

“Maaf pak Didik. Boleh langsung disebutkan saja pak? Karena kebetulan ini saya langsung entry datanya di komputer supaya data bisa saya entry sekarang juga. Kalo saya harus tunggu email khawatir terlalu lama”,

“Baik pak. Saya coba bantu buka datanya dulu ya pak. Mohon ditunggu sebentar pak”, Gagang telepon kujepit dengan pundak dan leher kiriku dan kedua tanganku langsung beraksi di keyboard komputer di depanku mencari data-data yang diinginkannya.

“Hallo pak, silakan dicatat pak”, beberapa saat kemudian kami lanjutkan komunikasi. Anehnya ketika aku sebutkan nama-nama customer besar yang termasuk perusahaan multi nasional yang memproduksi brand-brand ternama dia menolak dengan alasan sudah punya datanya.

“Perusahaan yang kecil-kecil saja pak. Yang masih aktif tapi ordernya tidak terlalu banyak, khawatir nanti iri lagi pak. Dikira kami pilih kasih dan tidak memperhatikan perusahaan kecil”,  kilahnya diplomatis.

“Baiklah pak.. Silakan dicatat pak”, kemudian dengan sangat lancar dan tanpa hambatan apapun mulutku sudah nyerocos memberikan semua data-data contact person dan nomor telpon customer-customer. 

Beberapa saat kemudian data dari database kantorku sudah sukses tercopy paste via bibir seksiku ini.
Hemmm….. 

Pembicaraan selesai, aku lanjutkan aktifitas dan tak ada yang aneh di hari itu..



                                                                                                  *********


Siang tadi, aku baru mulai sadar dan memikirkan apa yang telah kulakukan kemarin? Ada apa denganku?
Beberapa kebodohan-kebodohanku seketika nongol semua di depan mata :

1. Yang telpon aku adalah supplier bahan baku dari produk yang diproduksi di perusahaan tempatku bekerja.  Fungsinya apa ketika dia berpromosi ke customer kami? Sampai akhir jaman juga tak mungkin customer kami membeli produk dia yang  jelas masih bahan baku, kecuali customer kami beralih memproduksi produk yang sama dengan kami as our competitor.

2. Menolak memberikan alamat email.  Logikanya akan lebih mudah menerima data sebagai file, tinggal print out atau copy paste, masukin data dia. Done!!.  

3. Hanya menginginkan data customer yang relatif kecil dan tidak terlalu dikenal public. Logikanya jika maksudnya adalah promosi, bukankah perusahaan besar lebih besar kesempatan promosinya.  Belakangan baru bisa kutebak sepertinya dia tidak berani “menipu” perusahaan besar yang pastinya memiliki standard dan system yang sudah rapi dan sulit ditembus, sementara perusahaan yang relatif kecil bisa ditembus karena system belum link dan banyak cela yang bisa dimasuki.

4. Mengapa dengan mudahnya aku memberikan data-data yang seharusnya sebagai rahasia perusahaan yang biasanya bisa kujaga sebagai sebuah bentuk tanggungjawab selama sekian tahun aku mengabdikan diri di kantor ini.

Dengan logika-logika yang menurutku semuanya aneh itu, akhirnya aku menelepon si teman kantor di divisi purchasing yang kemarin mentransfer panggilan telpon itu ke mejaku.
Begitu telpon diangkat langsung to the point aku klarifikasi menanyakan yang kemarin telpon itu siapa dan ternyata jawabannya langsung mebuatku shock.

“Aduh pak.. Itu penipu pak. Saya juga kena pak (maksudnya kena hipnotis juga-red). Data-data supplier kita saya kasih ke dia bahkan sampai dia menanyakan nominal jumlah tagihan supplier ke kita aja saya kasih semua pak. Dan hari ini supplier banyak yang telpon saya complain kenapa kita minta mereka transfer ke kita pak. Katanya ada seseorang yang menelpon mengaku pak *** (salah satu jajaran direksi kami) dan info bahwa hari ini kita buka giro tapi lebih bayar dari tagihan, jadi kelebihannya minta ditransfer” Jawabnya gemetar dan melanjutkan cerita beberapa modus lain yang dilakukan oleh si penipu itu untuk menipu para supplier kami.

Dan setelah mendengar penjelasan rekan kerjaku itu, langsung aku lupakan semua job yang lain dan segera fokus menelepon satu per satu seluruh customer yang kemarin telah kuinformasikan datanya ke tuan penipu itu. Tentu saja dibarengi dengan surat resmi tentang ini yang selanjutnya akan dikirimkan via email ataupun fax.

Hal pertama tentunya aku mohon maaf baik secara pribadi maupun atas nama perusahaan.

Setelahnya aku mohon mereka bantu pastikan tidak melayani apapun bentuk permintaan transfer atau permintaan di luar konteks hubungan bisnis atau setidaknya meminta konfirmasi secara resmi terlebih dahulu baik via email ataupun dokumen tertulis lainnya. 

Cukup beragam expresi yang kuterima. Ada yang berempati dan ikut mengutuk si tuan penipu ini, tapi ada juga yang secara tersirat mentertawakan kebodohanku. Beberapa yang kuhubungi bahkan mengaku memang ada penelpon yang mengatasnamakan kantor kami dan info bahwa kami ada kelebihan pengiriman barang lebih dari PO dan kelebihan tersebut harus dibayar cash hari ini juga. 

Tapi kebetulan customer cerdas dan langsung konfirmasi ke kami karena seperti ada yang aneh secara belum pernah terjadi kasus seperti ini sebelumnya.

Finally, memang belum ada kerugian secara financial dari kebodohan yang kulakukan ini. Tapi nama baik perusahaan dan juga nama baik para pimpinan di jajaran direksi di perusahaan tentu sangat terganggu karena si penelpon ini mengaku sebagai beberapa nama direksi di perusahaan ini yang entah dia dapatkan dari mana.

Dan secara performance-ku di kantor, tentu saja ini adalah sebuah nilai minus dan layak mendapat teguran  seperti yang tadi kudapatkan, meskipun setelah kujelaskan semuanya dan kemungkinan ini adalah penipuan bermodus hipnotis, atasan juga sepertinya bisa menerima penjelasanku. 

Dan sungguh ini pelajaran berharga karena setelah hal ini kuceritakan kepada beberapa sahabatku, mereka membenarkan bahwa hipnotis via telephone itu memang bisa dan ada, bahkan salah satu sahabatku juga pernah menjadi korban hipnotis via telpon ini dan mentransfer sejumlah uang kepada si penelepon, sementara sahabatku yang lain mengatakan bahwa hal ini kemungkinan disebabkan karena pikiran blank sehingga mudah untuk dipengaruhi alam bawah sadarnya.

Sahabatku menyarankan untuk tidak mengosongkan pikiran dan berusaha ingat untuk selalu membaca Basmalah saat mengawali hari, bahkan setiap mengangkat telepon.

Terimakasih untuk sahabat-sahabatku yang sudah berempati dan menjadi teman curhatku sepanjang hari tadi…

 
Tangerang 19/09/2014

Kamis, 15 Desember 2016

Anak berprestasi atau anak berbudaya?

Ini gegara semalem denger mantan pacar ngobrol sama gengnya -ibu2 komplek- ngomongin rapotan kemarin dan ada yang "curhat" karena putranya yang gak pernah masuk 10 besar dan di-judge sebagai anak tak membanggakan.

Hari rapotan itu buat sebagian orang tua atau anak-anak sendiri mungkin jadi hari deg degan nasional.
Bahkan mungkin ada yang sampai di level stress ringan saking terbawa suasana tegang dalam kekhawatiran yang cukup dalam.

Tapi sepertinya tidak buat kami - aku dan juga anak-anak.
Tidak ada yang sangat istimewa.
Semua serba seperti biasanya saja.

Entah benar atau salah caraku mendidik anak-anak dalam hal ini karena aku dan ibunya anak-anak jelas tak memiliki basic sebagai psikolog apalagi praktisi dunia pendidikan, tapi untuk urusan ini memang aku membiasakan diri untuk tak memasang target ranking, peringkat atau apapun itu.

So far anak-anak sepertinya nyaman dengan ini dan justru prestasi akademik mereka mengalir tanpa beban.

Ranking itu cukup diperlukan iya! Tapi as for me itu hanya salah satu pencapaian saja dari apa yang dipelajari.

Akhlak, kebiasaan baik, perkembangan empati, cara pandang terhadap masalah di sekitar, pola pikir, dan hal positif semacamnya itu jauh lebih penting.

Dan saat anak-anak kemudian dapat peringkat karena nilai akademik mereka baik, ya itu bonus lah.

Alhamdulillah si kakak dapat ranking 2, dan si bungsu dapat ranking 6 (dari tigapuluh sekian siswa ya, bukan 10 siswa.. Wakakakkakakakaakakk)

Senang? bangga? Ya iya lah..! Orang tua mana yang tak bangga punya anak-anak yang berprestasi.

Tapi sejujurnya jauh lebih bangga saat lihat hal-hal kecil sekecil si kakak yang saat buru buru berangkat sekolah justru kembali pulang dan memilih terlambat hanya karena lupa pamit (salim & cium tangan) atau lihat si bungsu yang ribet nyari tempat sampah setelah selesai minum susu kemasan kesukaannya dan lebih memilih tas ibunya atau kantong celananya jadi tempat penampungan sementara.

Salam hangat buat ayah-ibu hebat di belakang anak-anak berprestasi

Tangerang, 27/12/2015

Rabu, 14 Desember 2016

Bungsuku, Inspirasiku

Percakapan iseng dengan si bungsu – Fakhri - yang berakhir jleb..!
Awal topiknya Cuma iseng  membahas tabungannya yang berasal dari kumpulan sisa uang jajannya tapi udah ngumpul jadi tigaratusribuan.

Ayah : “Dede uangnya banyak amat ya”

Fakhri : (bangga) “Iya dong, ini kan uang dede semua”

Ayah : “Ntar kalo uangnya udah banyak banget, kita liburan ke luar negeri ya De..”
(lanjut ngakak, karena khayalannya agak ketinggian buat seorang guwe)

Fakhri : “Ayuk..! Dede juga mau..”

Ayah : “Pengennya kemana dulu ya De? Kita langsung keliling Eropa atau mau yang deket aja dulu, ke Singapore gitu..”

Fakhri : (mikir beberapa detik) “Ayah, dede pengennya liburan ke Mekkah Yah, pengen liat makam Rasulullah sama mau shalat di Masjid yang shalatnya bentuk lingkaran itu” (maksudnya di Masjidil Haram yang shalatnya menghadap mengelilingi Ka’bah)

Ayah : (kemudian hening dan ada yang mulai menghangat di ujung mata)

Dan adegan selanjutnya udah bisa ditebak ya, pelukan hangat buat si bungsu.

Teman-teman..

Untuk yang telah memiliki putra/putri atau keponakan yang lucu-lucu pastinya pernah ya mendapatkan semacam pencerahan gitu tapi datangnya justru dari bibir-bibir polos anak-anak itu.

Seperti percakapan di atas, pada awalnya membayangkan saja nggak bahwa jawaban polos si bungsuku akan seperti itu. Memang sih, mungkin jawaban ini juga karena pengaruh sesuatu - entah tayangan di televisi atau dari obrolan bersama teman-teman mainnya atau dari gurunya di sekolah.

Anyway, selain sebagai tamparan kecil anggap saja ini do’a yang harus diaminkan dan mudah-mudahan suatu saat kelak bisa benar-benar diizinkan Allah untuk bisa mengunjungi Mekkah..

#jleb
#inspirasi
#anak


Tangerang, 05/11/2016

~ Cawan rindu ~


Gerimis masih syahdu
Ketika engkau tuang bara cinta
Ke cawanku yang ketiga

Purnama demi purnama
Di tujuh warsa yang berlalu

Dan aku tetap menggenggam
Aroma cinta yang masih sama

Sementara engkau
Tenggelam tiba-tiba
Ke dalam lautan angkara

Ah!
Amarahmu demikian nisbi
Pun serupa cinta
Yang pernah kau tuang
Ke dalam cawan demi cawan
Yang kau suguhkan di hadapku

Kini biar kusimpan rindu
Tuk kubaur dengan sayu
Sorot mripatmu yang penuh dendam

Murkamu kan kueja
Sebagai untai sesoca yang membiru
Jauh di palung sunyi hatiku


Tigaraksa, 03/12/16

~ Di Ujung Lelah ~

tiba di ujung lelah dalam semu senyum atas pemaklumanku pergilah kini ke luas samudra yang engkau pilih tanpa aku di buritan kapalm...